Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
KUALA LUMPUR – Presiden Parti Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu), Tan Sri Muhyiddin Yassin mendapat penangguhan bersyarat oleh Mahkamah Tinggi di sini pada Isnin, berjumlah RM1.402 juta, kerana memfitnah Pengerusi DAP...
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bendera Bintang Fajar atau Bendera Bintang Kejora digunakan sebagai bendera tanah bagi wilayah Nugini Belanda dari 1 Desember 1961[2] hingga 1 Oktober 1962 ketika wilayah ini berada di bawah pemerintahan Otoritas Eksekutif Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNTEA).[1]
Kini, bendera ini biasanya digunakan oleh pendukung Organisasi Papua Merdeka dan militan pro-kemerdekaan lain di Papua. Berdasarkan UU Otonomi Khusus Papua yang diratifikasi pada tahun 2002, bendera bintang fajar (atau disebut juga bintang kejora) dapat dikibarkan di Papua selama bendera Indonesia juga dikibarkan dan lebih tinggi dari bendera Bintang Kejora.[3] Bendera ini terdiri dari sebuah pita vertikal merah di sepanjang sisi tiang, dengan bintang putih berujung lima di tengahnya. Di kanannya terdapat tujuh garis biru, yang melambangkan tujuh wilayah adat di Papua. Sedangkan tiga warna bendera berasal dari warna bendera Belanda. Pemerintah Belanda tidak mengakui bendera sebagai bendera negara sedangkan hanya sebagai bendera tanah atau budaya (Landsvlag). Sedangkan lagu Hai Tanahku Papua sebagai lagu rakyat (Volkslied). Keduanya merupakan keputusan Gubernur (Gouverneur Besluit) dan bukan lambang negara.[4]
UMURNYA lebih muda satu tahun. Karni Ilyas lahir 1952. Di Sumatera Barat. Setamat SMEA di Padang barulah anak pedagang ini ke Jakarta: kuliah hukum di Universitas Indonesia.
Saya mengaguminya: wartawan yang juga pejuang. Yang menjunjung tinggi nilai-nilai jurnalistik. Yang memiliki idealisme yang tinggi.
Kemarin saya kaget. Yakni saat saya melihat video terbarunya bersama Dr Refly Harun –ahli hukum dari Universitas Andalas, Padang itu: Karni masih merokok! Dan masih kelihatan sangat menikmatinya.
Refly punya nama besar setelah sering tampil di acara Karni. Ia merasa dibesarkan oleh Karni. Tentu tidak hanya itu. Ia sendiri memang punya modal untuk menjadi besar: ia orang yang punya karakter yang kuat.
Buktinya banyak juga orang yang sering tampil di acara Karni tapi namanya tidak kunjung membesar.
Kalau menjadi Refly saya akan berani menegur Karni yang begitu demonstratif merokok di depan kamera. Tapi itulah Karni. Yang sudah merokok sejak saya mengenalnya lebih 40 tahun lalu.
Bahkan seumur hidupnya baru sekali ia ganti rokok: dari Dji Sam Soe ke Gudang Garam. Sampai sekarang.
Karena itu ia paling suka mengutip humornya perokok berat lainnya: Mendikbud Prof Dr Fuad Hasan. Fuad sering bercanda: “Tidak ada orang yang sedang merokok meninggal dunia”. Saya pernah mendengarnya sendiri. Ketika sama-sama menjadi anggota MPR. “Lihatlah,” sambungnya, “betapa banyak orang yang meninggal ketika sedang olahraga.”
Rokok itulah yang membuat suara Karni Ilyas parau dan serak –seperti yang sangat Anda kenal itu. Yang kini justru menjadi ciri khasnya. Dan menjadi kekuatannya.
Kekuatan suaranya itulah yang dulu menjadi kelemahannya. Hampir saja ia gagal menjadi ”manusia TV” akibat keparauan suaranya itu.
“Mana mungkin dengan suara seperti itu bisa sukses di TV”. Begitulah para produser TV berpendapat kala itu. Ketika untuk kali pertama Karni pindah dari dunia media cetak ke dunia TV.
Sejak saya kenal Karni, ya sudah merokok itu. Yakni ketika kami sama-sama menjadi wartawan TEMPO. Karni lantas menjadi redaktur hukum yang terkenal.
Ia tidak menjadi wartawan hukum biasa –yang hanya melaporkan peristiwa hukum. Ia juga menjadi ilmuwan hukum. Ia selalu menemukan lubang-lubang kelemahan hukum, lalu mendorongnya untuk diatasi.
Salah satu yang akan selalu saya ingat adalah: sulitnya menemukan barang bukti dalam perkara pemerkosaan. Waktu itu. Maka Karni mendorong –lewat tulisan-tulisannya– agar vagina bisa diakui sebagai ”barang”. Dan Karni sukses dalam ”menciptakan” hukum di bidang pemerkosaan.
Karni juga dikenal sebagai wartawan yang gigih mendorong lahirnya UU PK (Peninjauan Kembali). Yang kita kenal sampai sekarang.
Itu karena Karni gigih membongkar terjadinya kesalahan putusan final Mahkamah Agung terhadap Sengkon dan Karta.
Sengkon dan Karta adalah petani berasal dari Bojongsari, Bekasi, Jawa Barat. Mereka menerima vonis pengadilan negeri Bekasi dengan hukuman 12 tahun (Sengkon) dan 7 tahun (Karta) atas dakwaan pembunuhan dan perampokan. Yang sampai ke Mahkamah Agung pun tetap dinyatakan bersalah. Dimasukkan penjara. Setelah bertahun-tahun di penjara baru ketahuan bukan Sengkon dan Karta pelakunya.
Karni Ilyas juga wartawan yang anti penghitaman foto pelaku kriminal. Bukan saja merusak fotografi tapi juga tidak ada gunanya.
Memang hukum mengenal doktrin ”praduga tak bersalah” tapi menerapkannya tidak harus dengan menghitamkan bagian mata di foto itu.
Karni terus menegakkan prinsip itu. Dan menyuarakannya. Belakangan kita tidak melihat lagi ada foto di surat kabar atau majalah yang sebagian wajahnya ditutup warna hitam.
Tentu Karni juga anti penulisan singkatan untuk seorang tersangka. Menurut Karni, nama tersangka itu harus disebut selengkapnya. Yang penting jangan menghukum bahwa mereka pasti salah. Kalau ditulis singkatannya justru bisa menimbulkan fitnah. Kasihan orang yang sekantor atau sekampung dengan singkatan nama yang sama.
Saya tentu mendukung prinsip seperti itu. Bahkan saya mendoktrinkan prinsip perlunya wartawan punya keyakinan. Mengapa hanya hakim yang bisa memutuskan berdasarkan keyakinan –di samping berdasar barang bukti dan keterangan saksi. Wartawan juga harus terlatih untuk memiliki keyakinan mengenai sebuah kejadian. Keyakinan itu akan menjadi bagian dari idealisme jurnalistik.
Misalnya seseorang yang tertangkap basah. Atau terang-benderang dalam melakukan kejahatan. Untuk apa lagi nama masih harus disingkat. Dan fotonya masih harus dihitamkan.
Di mata saya, Karni Ilyas adalah alumni TEMPO yang paling eksis sekarang ini. Memang masih ada nama seperti Leila Chudhori, si penulis buku terkenal itu. Yang salah satu bukunya berjudul ”Pulang”. Sebuah cerita tentang penderitaan menjadi orang yang dituduh PKI –Partai Komunis Indonesia.
Juga ada Saur Hutabarat. Yang kini menjadi pengendali media di grup politisi-konglomerat Surya Paloh. Masih ada Putu Wijaya, sastrawan dan tokoh teater. Juga Ratna Riantiarno, tokoh teater juga. Atau Bambang Harimurti, yang pernah lolos seleksi menjadi astronot. Yang menantu pujangga Sutan Takdir Alisjahbana itu.
Tapi Karni lah yang saya anggap paling eksis.
Ia eksis di media tulis. Ia juga pernah membantu saya membenahi manajemen Jawa Pos selama beberapa bulan.
Sebagai wartawan ia begitu sukses mengungkap kasus korupsi di Pertamina. Di zaman sepeninggal Ibnu Sutowo.
Lalu ia eksis lagi di dunia televisi. Begitu banyak penghargaan diberikan padanya di bidang penyiaran TV. Sejak ia masih di Liputan 6 SCTV, pun sampai belakangan, ketika ia berada di TV One.
Hanya Bang One (baca: o-ne) yang kurang berhasil menjadi produk yang melegenda.
Sedang acara ILC (Indonesia Lawyer Club) akan dikenang sepanjang masa. Bahwa acara itu kini diakhiri justru membuat Karni lebih seperti Marilyn Monroe atau Elvis Presley: meninggal di kala sedang top-topnya.
Yang membedakan, Marilyn dan Elvis mati akibat bunuh diri. Sedang ILC mati entah karena apa.
Tentu Karni Ilyas akan tetap bisa eksis. Fisik boleh dikurung, tapi ide tak akan bisa dimatikan. Justru kini zamannya live streaming. Bisa saja ILC bermigrasi ke dunia streaming. Dan sukses untuk kali kesekian.
Sekali lagi, hilangnya ILC dari tv semakin memperkuat tesis bahwa TV tidak akan berumur panjang lagi. Setidaknya sebagai lahan bisnis besar. TV sudah semakin ditinggalkan pemirsanya –pindah ke streaming.
Hanya saja untuk pindah ke media streaming Karni harus membawa serta lagi seluruh anggota PKI-nya. Itulah singkatan yang terkenal di kalangan yang dekat dengannya: Pasukan Karni Ilyas.
Ketika masuk TV dulu, Karni membawa seluruh PKI-nya dari majalah hukum Forum Keadilan. Demikian juga ketika dari satu TV ke TV lainnya. Karni memang bukan hanya wartawan, ia juga pemimpin besar PKI yang militan.(*)
Pada zaman prasejarah hingga abad XV Masehi, kecuali berfungsi sebagai perantara dalam upacara yang bersifat religius, dalang mengajarkan pula ilmu hidup kepada masyarakat. Kemudian dalang berfungsi pula sebagai pelaksana untuk menyebarkan ajaran Islam atau dakwah Islamiah. Lebih lebih pada abad XX, yang disebut abad teknologi modern, tugas-tugas sampiran dalang semakin bertambah, misalnya menerangkan masalah keluarga berencana (KB), pertanian, penghijauan tanah gundul, pendidikan, kampanye dan sebagainya.
Seperti diketahui pada umumnya, dalang adalah seorang yang pekerjaannya melakukan pertunjukan wayang, seperti wayag purwa, wayang madya, wayang gedog, wayang krucil, dan jenis wayang jenis lainnya kreasi abad ke 20.
Berikut ini akan disampaikan beberapa macam pendapat para ahli dalam membahas arti istilah dalang :
Pada abad XI, kecuali dalam penggunaan yang bersifat religius, wayang sudah merukan bentuk seni drama yang mengeankan, yang dapat menggetarkan kalbu sehingga penonton dan pendengar ikut hanyut dan terharu karenanya.
Pada abad XV, setelah Majapahit runtuh, kebudayaan Hindu mulai pudar. Wayang telah dipengaruhi kebudayaan Islam.
Dalam ajaran Hindu, dalang berfungsi sebagai penghubung dengan dewa-dewa. Itulah sebabnya dalang dapat dibagi menjadi empat yaitu :
Jelas kiranya bahwa fungsi dalang adalah sebagai guru juru penerang dan juru hibur, sedangkan pendidikan bidang spiritual (kerohanian) harus mengandung unsur-unsur:
Berdasarkan keahlian :
Berdasarkan keterampilan dan kepandaian dalang dibagi menjadi tiga golongan yang besar .
Tahapan-tahapan itu bukan di dasarkan kepada usia tetapi didasarkan pada kepndaian dan ketrampilan peguyuban garapan pedalangan.
Dari tiga golongan yang besar itu dapat diperinci menjadi lima golongan.
Tugas dalang yang dimaksud dalam urutan ini adalah tugas dalam garapan pakeliran atau pagelaran wayang. Baik dalam penunaian tugas sebagi seorang dalang gaya lama maupun sebagai dalang pada zaman sekarang, ia adalah seorang yang menguasai bidangnya.
Surat kabar Bromartani terbitan tahun 1878 No. 32 dan 33b menyebutkan bahwa seorang dalang yang bak dan pandai, mengerti dan terampil berkewajiaban sebagi berikut :
Selain kedua belas hal itu, seperti telah kita ketahui, dalang juga harus memiliki sifat-sifat sebagi berikut :
Pada buku Pedhalangan Ngayogyakarta Jilid 1, ada beberapa hal yang harus dimiliki dan diketahui seorang dalang dari Ngayogyakarta dalam pementasan sebuah pewayangan adalah sebagai berikut :
Dalang dalam mementaskan sebuah lakon wayang selalu memiliki cerita yang tanduk dan tutuk. Tanduk disini diartikan bahwa cerita wayang harus teratur tiap-tiap bahasa dan kata-katanya, sehingga sesuai dengan bahasa pedalangan yang berlaku. Kedua adalah tutuk. Tutuk mempunyai arti urut menurut keadaan serta asal-usulnya cerita wayang sendiri. Sejarah dalam dunia pewayangan tidak lepas dari cerita awal mula kejadian dari Nabi Adam hingga keturunan-keturunannya. Cerita silsilah dari Nabi Adam tersebut yang nantinya akan melahirkan cerita-cerita jawata yang kemudian akan digunakan seorang dalang dalam pementasan ringgitnya. Tetapi yang diambil hanya yang pokok-pokok saja.
Pementasan lakon pewayangan juga tidak lupa dari Antawacana atau percakapan antar tokoh di dalam cerita tersebut. Beberapa hal yang harus diketahui dalang dalam hubunganya dengan antawacana adalah sebagai berikut :
Pengetahuan lain dari seorang dalang yang harus dimilikinya adalah mengenai cepengan atau cara pembawaan dalang terhadap ringgitnya. Beberapa hal yang diperhatikan dalam cepengan adalah :
Berhubungan dengan tindakan-tindakan ringgit purwa semisal solah bawa, kejadian, terjadinya peperangan dan lain- lain disebut sabetan. Sifat-sifat yang dimiliki dalam sabetan biasanya bersifat sahut, yaitu mantap, dan menimbulkan greget pada orang yang melihat sabetan-sabetan seorang dalang dalam pementasan ringgitnya.
Suluk adalah lelagon yang berupa tembang, kakawin, ada-ada, sendhon dan lainya yang berhubungan dengan pakeliran dan dilakukan di tiap pocapan (suwuk gangsa) sehingga menimbulkan rasa cocok dengan keadaannya. Ada yang dinamakan laras atau titian nada dalam sebuah suluk. Lagu dalam sebuah suluk harus baik dan cocok sesuai patokan. Wirama harus sesuai dengan laku-laku cerita yang ada. Selain itu, dalang juga harus menguasai segala macam jenis gending-gending yang menjadi kebutuhan dalam pementasan wayang.
Pedoman demi keberhasilan penjiwaan pakeliran, yang disebutkan dalam Kawruh (pengetahuan) pedalangan karya M. Ng. Nojowirongko alias Atmacendana menerangkan bahwa dalang yang baik harus menguasai unsur-unsur pakeliran, di antaranya sebagai berikut :
Di samping unsur penjiwaan itu, diterngakan pula bahwa dalang dalam pementasannya hars harmonis, harus cucut, berantawacara, mengerti akan unggah-ungguh (sopan santun), tutk dan terampil.
Berikut ini adalah larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar oleh dalang.
Dalam hal bahasa, dalang harus mempunyai hal-hal sebagai berikut :
Wir verwenden Cookies und Daten, um
Wenn Sie „Alle akzeptieren“ auswählen, verwenden wir Cookies und Daten auch, um
Wenn Sie „Alle ablehnen“ auswählen, verwenden wir Cookies nicht für diese zusätzlichen Zwecke.
Nicht personalisierte Inhalte und Werbung werden u. a. von Inhalten, die Sie sich gerade ansehen, und Ihrem Standort beeinflusst (welche Werbung Sie sehen, basiert auf Ihrem ungefähren Standort). Personalisierte Inhalte und Werbung können auch Videoempfehlungen, eine individuelle YouTube-Startseite und individuelle Werbung enthalten, die auf früheren Aktivitäten wie auf YouTube angesehenen Videos und Suchanfragen auf YouTube beruhen. Sofern relevant, verwenden wir Cookies und Daten außerdem, um Inhalte und Werbung altersgerecht zu gestalten.
Wählen Sie „Weitere Optionen“ aus, um sich zusätzliche Informationen anzusehen, einschließlich Details zum Verwalten Ihrer Datenschutzeinstellungen. Sie können auch jederzeit g.co/privacytools besuchen.